Dari sisi masyarakat umum, dampaknya sebenarnya lebih ke arah penyederhanaan dan kenyamanan. Harga-harga akan terlihat lebih kecil, namun daya beli tetap sama.

Contoh:

  • Sebungkus mie instan Rp3.500 → Rp3,5
  • Gaji Rp5.000.000 → Rp5.000 (dalam rupiah baru)

Yang berubah hanya cara penulisan, bukan nilai.

Namun masyarakat tetap perlu memperhatikan masa transisi agar tidak tertukar antara “rupiah lama” dan “rupiah baru”. Inilah alasan mengapa pemerintah perlu melakukan edukasi besar-besaran sebelum kebijakan resmi berjalan.

Redenominasi rupiah kembali mencuat menjadi sorotan publik pada akhir 2025. Meski baru sebatas wacana dan belum ada rencana implementasi resmi, diskusi mengenai manfaat, risiko, hingga kesiapan Indonesia terus bergulir di berbagai platform.

Jika diterapkan dengan perencanaan matang, sosialisasi masif, dan koordinasi antarlembaga, redenominasi berpotensi menjadi langkah modernisasi sistem keuangan Indonesia. Namun tanpa persiapan memadai, kebijakan ini justru bisa menimbulkan kebingungan dan dampak psikologis bagi masyarakat.

Untuk saat ini, publik hanya bisa menunggu kejelasan lebih lanjut dari pemerintah dan Bank Indonesia.

Tinggalkan Balasan